..

..

#SUARAKEBENARAN

YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN OLEH PENEGAK HUKUM tentang KUHP penodaan agama
(UNTUK MENAMBAH WAWASAN KITA SEMUA)
Selanjutnya terserah anda menyikapinya
Pertanyaan :
Delik Penghinaan terhadap Agama
Adakah peraturan, hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang penghinaan terhadap agama, mengingat akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang berkaitan dengan hal tersebut? Kalau ada, mohon dijelaskan delik-delik apa saja itu dan di mana pasal-pasalnya? Terima kasih.
Jawaban :
Kasus penghinaan agama di Indonesia masih mengacu kepada UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (“UU 1/PNPS/1965”). Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 menyatakan:
“Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.”
Penjelasan Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 ini menyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu. Namun, ini tidak berarti agama-agama lain seperti Yahudi, Zarazustrian, Shinto dan Thaoism dilarang di Indonesia. Agama-agama ini tetap dijamin keberadaannya sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bila ada orang yang melanggar aturan ini maka akan diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu melalui Surat Keputusan Bersama (“SKB”) Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri. Bila yang melanggar adalah organisasi atau aliran kepercayaan maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan atau menyatakan aliran terlarang organisasi atau aliran itu setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Apabila, setelah tindakan di atas telah dilakukan, tetapi masih terjadi pelanggaran ketentuan Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 itu maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.
Selain itu, UU 1/PNPS/1965 –dalam Pasal 4- juga memasukan pasal baru ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yakni, Pasal 156a yang berbunyi:
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
(Mantan) Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah menjelaskan Pasal 156a KUHP ini baru bisa efektif setelah ada pembahasan di forum Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat dan Keagamaan (“Bakor Pakem”). Forum ini terdiri dari Kementerian Agama, Kejaksaan, Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN) serta tokoh masyarakat yang menetapkan suatu aliran dinyatakan sesat.
Setelah dilarang dan dinyatakan sesat, tetapi masih aliran itu masih dijalankan maka Pasal 156a KUHP sudah bisa digunakan. Bila belum masuk ke forum Bakor Pakem dan prosedur tersebut juga belum dijalankan, maka belum bisa masuk ke Pasal Penodaan Agama ini. Simak penjelasannya dalam artikel yang berjudul: “Tanpa Koordinasi Pakem, Pasal Penodaan Agama dalam KUHP Impoten.”
SUDAHKAH PROSEDURNYA SEPERTI INI??
ATAU MEMAKSAKAN KEHENDAK DEMI SUATU KEPENTINGAN POLITIK???
#suarakebenaran
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama
Previous
Next Post »